Kedudukan Sako dengan Pusako adalah merupakan hal yang pondamental. Apalagi kalau dihubungkan dengan deklarasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) No.169 ta hun 1954. Bahkan disamping itu TAP MPRS No.II/1960, mengatakan, adat adalah suatu landasan dalam pembinaan hukum nasional.
Deklarasi PBB itu jelas mengatakan, ingin aman tentram, sejahtera dan bermartabat aplikasikan adat istiadat setempat. Seiring dengan itu TAP MPRS No. II tersebut Tahun 1960 dalam lampiran "A" paragraf 402 mengatakan, hukum adat ditetap kan sebagai asas pembinaan hukum na sional.
Hal itu dikatakan Sutan Syahril Amga, Dt. Rajo indo dalam menjawab pertanyaan Realitakini di Batusngkar, Senin (02/11-2024). Dapat dipastikan katanya, apa yang dikatakan pepatah hukum adat Minangkabau yang berbunyi "Dimano Bumi dipijak di sinan Langik dijujuang".
Malah itu merupakan dokrin dalam hidup dan kehidupan. Karena itu menjadi pedoman awal dalam mewujudkan kedamaian dalam hidup dan berkehidupan. Jika diterapkan akan mengu rangkan pertentangan satu sama lain kalau belum boleh dikatakan akan meniadakan pertentangan.
Hukum adat tidak sama dengan hukum infor dari Romawi misalnya. Apalagi hukum adat bersifat fungsional, relegius dan punya fungsi sasial serta keadilan. Karena hukum adat ini merupakan jelmaan dari perasaan kehidupan rakyat Minangkabau. Bahkan hukum adat mengandung unsur kekeluargaan dan hukum adat mengutamakan masyarakat dari pada kepentingan individu.
Hukum adat tampa mengenyampingkan "Suri tagantuang diulesi, jalan tarantang baturuik". Yang secara nasional sekarang disebut "Yurisprudensi". Hukum adat secara terus menerus akan hidup dan berkem bang dalam kehidupan masyarakat. Penye lesaian masalah menurut hukum adat ti dak terkecuali dalam pemusyawaratan.
Hukum adat identik dengan nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila. Antara lain dalam beragama, yang relegius, berprikemanusiaan/sama derjat, sama hak dan kewajiban, sama hak asasi serta menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, adil.
"Bahkan hukum adat menepatkan persatuan dan kesatuan serta keselamatan ber bangsa dan bernegara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Hukum adat menjujung tinggi musyawarah untuk mufakat dan menjadi hak dan kewajiban untuk menciptakan sosial dalam masyarakat. Karena itu kedudukan Sako jo Pusako tidak bisa di robah-robah," tegasnya.
Disamping itu menurut pengacara dari Advokat perhimpunan advokat lndonesia (Peradi) tersebut landasan pokok ini disebut sebagai landasan filosofi, justru itu dimana ada masyarakat disana ada hukum adat. Sebab berbicara hukum adat tidak lepas dari apa yang dikatakan adat.
Adat menurut laki-laki dengan ciri khas bertopi moris tersebut adalah mengandung ketentuan bertingkah laku manusia yang berbeda secara tajam dengan tingkah laku hewan. Manusia makan, hewan makan, manusia minum hewan minum, manusia kawin hewan kawin.
Namum dalam kebutuhan biologis yang tidak bisa dihindarkan kesamaannya ,misalnya manusia makan, minum, kawin. Akan tetapi manusia kawin tidak sama dengan hewan kawin.
Selanjutnya kata putra Ampalu Gurun itu, adat itu berisikan pepatah, petitih, mamang, bidal, pantun, gurindam jo pameo dilahirkan secara puitis dan itulah adalah langkah awal dari hukum adat. Hukum adat asli milik kita dan setiap perbuatan yang dilakukan secara terang benderang syah mengikat bila dilakukan secara terang benderang dan ada saksi minimal 2 orang. Kendatipun demi kian hukum adat juga punya kelenturan yang sesuai dengan kemauan masyarakat, karena itu hukum adat selalu ada dalam masyarakat.
Kedudukan hukum adat tidak akan pupus oleh terjangan badai modern, melain kan akan tetap hidup dalam hati rakyat. Bahkan hukum adat sebagai sebuah landasan dalam menetapkan perundang undangan yang akan diberlakukan. Karena itu hukum adat penting bagi negara karena merupa kan identitas masyarakat dan tidak ada di antara kita yang suka dikatakan orang yang tidak beradat (**)
Mailis
Tags:
Tanah datar