Benny Utama : Revisi KUHAP Harus Dipersiapkan Secara Matang

Realitakini.com -- Jakarta 
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golongan Karya (Golkar) dari Dapil Sumatera Barat II, H.Benny Utama menyampaikan sejumlah masukan untuk penyempurnaan rancangan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Keahlian Setjen DPR, Senin (2/12/2024). 

Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, dihadiri para anggota Komisi III DPR dan jajaran Badan Keahlian Setjen DPR. Perubahan KUHAP mendesak dilakukan untuk menyesuaikan dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang sudah diundangkan dan akan mulai berlaku pada tahun 2026.

Perubahan KUHAP juga bertujuan untuk mengimplementasikan keadilan restoratif, persidangan singkat dan penguatan hak – hak tersangka.   

Benny Utama menyampaikan KUHAP membutuhkan banyak penyempurnaan karena memiliki sejumlah kelemahan. Selama ini kelemahan itu ditutupi dengan cara tambal sulam melalui penerbitan peraturan pemerintah, surat edaran Mahkamah Agung (MA), surat edaran MA, Kejaksaan dan Kepolisian (Mahkejapol) dan lainnya. “Kuhap kita ini sudah 43 tahun usianya. Dulunya menjadi kebanggaan kita karena merupakan karya agung anak bangsa.

Tapi dalam pelaksanaannya memang terjadi semacam tambal sulam. Banyak sekali kelemahan – kelemahan dalam kita beracara pidana di pengadilan yang harus disempurnakan,” ujarnya.

Menurut Benny Utama perlu dilakukan inventarisasi terhadap semua surat edaran MA, Mahkejapol, putusan Pengadilan dan peraturan pemerintah sebagai bahan kajian untuk penyempurnaan rancangan KUHAP.

“Saya pikir itu perlu kita inventarisir, termasuk yurisperudensi dan putusan putusan pengadilan. Ini perlu kita tampung semua, kita rangkum dan kita evaluasi untuk kita masukkan dalam KUHAP yang baru,” jelasnya.  

Benny menyampaikan sejumlah masukan untuk penyempurnaan rancangan KUHAP. Pertama ; kasus bolak baliknya berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik atau dikenal dengan istilah P-18 (hasil penyelidikan belum lengkap) dan P-19 (pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi). Situasi yang demikian tidak mencerminkan proses penanganan perkara pidana yang cepat, sederhana dan murah. 

“Karena itu perlu ditegaskan dalam KUHAP yang baru berapa kali bolak balik berkas perkara antar penyidik dan penuntut umum atau alternatif lain diberikan kewenangan kepada Jaksa untuk melengkapi sendiri dalam rangka menjamin kepastian hukum,” ujarnya.

Kedua ; dalam rancangan KUHAP yang sedang dirumuskan menurut Benny Utama perlu ada penegasan terhadap pemenuhan hak – hak tersangka. Selama ini meskipun tersangka dapat didampingi pengacara pada tingkat penyidikan tetapi posisi pengacara bersifat pasif. Akibatnya posisi tersangka yang sedang berhadapan dengan penyidik menjadi tidak seimbang. 

“Kedepan harus ditegaskan bahwa pengacara dapat mengajukan pertanyaan atau melarang tersangka yang didampinginya untuk tidak menjawab pertanyaan. Itu yang namanya ada keseimbangan. Kalau penyidik saja, sementara pengacara yang mendampingi tersangka tidak boleh bicara. Itukan tidak seimbang namanya,” tukasnya. 


Ketiga ; pengaturan terkait tuntutan ganti rugi oleh tersangka baik yang salah tangkap, salah tahan, salah tuntut maupun salah putus oleh hakim.

“Selama ini dalam praktek yang kita lihat kalau Polisi salah tangkap dan salah tahan. Ini seolah menjadi beban Polisi. Begitu juga dengan Jaksa yang salah tuntut atau hakim yang salah putus. Ini barangkali perlu ada lembaga tersendiri atau barangkali dipertegas siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana bentuk ganti rugi dan rehabilitasinya,” kata Benny. 


Keempat ; dalam rancangan KUHAP, lanjut Benny, perlu dirumuskan mekanisme beracara yang cepat, sederhana dan berbiaya murah. “Ke depan barangkali cara beracara perlu kita pilah, misalnya untuk perkara yang pembuktiannya sederhana dan ancamannya tidak lebih dari 5 tahun itu bisa dengan cara penanganan perkara secara singkat,” ujarnya. 

Menurut Benny, rancangan undang undang hukum acara pidana harus dipersiapkan secara matang dan komprehensif. Setidaknya kata Benny, KUHAP yang baru nantinya dapat menjawab kebutuhan dan tantangan hukum acara pidana untuk 20 sampai 30 tahun ke depan. 

“Harus dipersiapkan matang. Perumusannya tidak apa – apa agak lambat. Jangan sampai baru diberlakukan sudah tambal sulam lagi,” ujarnya. (Nurman)

Post a Comment

Previous Post Next Post