MrJazsohanisharma
Baca Post Terbaru Wali Kota Pariaman Yota Balad Tinjau Langsung Rumah Warganya Yang Kebakaran Sekaligus Menyerahkan Bantuan,    Baca Post Terbaru Pemprov Sumbar Tetapkan Halaman Kantor Gubernur Sebagai Lokasi Paksanaan Salat Idul Fitri 1446 H   Baca Post Terbaru Kepala Bappeda Sumbar Tepis Tudingan Pembangunan Mandeg Dengan Sederet Data Capaian Keberhasilan   Baca Post Terbaru Walikota Bukittinggi Gelar Buka Bersama Dengan Insan Pers Se Kota Bukittinggi    Baca Post Terbaru Dukung Paslon MODE, Mhd Maradongan Nst: Pasaman Butuh Pemimpin Yang Punya Jaringan Ke Pusat    Baca Post Terbaru DLH Agam, Implementasikan Sedekah Sampah.   Baca Post Terbaru Menhub Apresiasi Langkah Strategis Kakorlantas, Arus Mudik Hingga H-4 Lebaran Terkendali   Baca Post Terbaru BHR Dianggap Tidak Layak, LMP Kepri Soroti Pelaku Usaha Aplikator Online Batam   Baca Post Terbaru HWK Kota Blitar Berbagi Takjil Gratis dan Gelar Buka Puasa Bersama   Baca Post Terbaru Ketua MarkasDaerah Laskar Merah Putih Kepri, Iwan Kei Angkat Bicara Terkait Penimbunan DAS Di Permata Baloi Di pertanyakan   Baca Post Terbaru Sebuah Program Tidak Mungkin Dapat Dicapai Tanpa Adanya Dukungan Dari Seluruh Elemen Masyarakat   Baca Post Terbaru Tunjukkan Perhatian Terhadap Koperasi dan UMKM, Khairuddin Simanjuntak sosialisasikan Perda Nomor 16 Tahun 2019   Baca Post Terbaru Jelang Hari Hari Raya Idul Fitri 1446 H, Nagari Durian Tinggi BLT-DD Kepada 54 KPM   Baca Post Terbaru Perkuat Sinergitas Polres Pasaman dan Pemuda Untuk Menjaga Keamanan PSU Pilkada 2025   Baca Post Terbaru Yota Balad :Semoga Zakat Dikeluarka Para ASN ,Menjadi Ladang Amal Jariyah Dan Pahala Yang Setimpal    Baca Post Terbaru Memastikan Stabilitas Harga Barang Wakil Wali Kota Bukittinggi Lakukan peninjauan Bahan Pokok   Baca Post Terbaru Diduga PDAM Agam, "Mark Up" Pembelian Pompa Air Rakitan.   Baca Post Terbaru Diduga Kampanye Terselubung Dengan Menggunakan Fasilitas Negara, Tim Hukum MODE laporkan Calon Bupati Pasaman No Urut 3 ke Bawaslu    Baca Post Terbaru PIRA Kabupaten Blitar Bagikan Takjil Gratis Di Bulan Ramadhan 1446 H   Baca Post Terbaru Warga Matua Temukan Mayat Tanpa Busanq Di Pinggiran Sungai Batang Sianok.  

RH dan Paradoks Kekuasaan: Melawan atau Bagian dari Penguasa?


Oleh: Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP
Akademisi UIN STS Jambi

Realitakini.com, Jambi 
Manusia adalah makhluk yang menggunakan kata-kata, mempermainkan kata-kata, dan dipermainkan oleh kata-kata. Ludwig Wittgenstein, seorang filsuf berpengaruh, menekankan bahwa kata-kata bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga elemen esensial dalam cara manusia memahami dunia. Dalam karyanya yang terkenal, Philosophical Investigations, Wittgenstein menggambarkan bahasa sebagai “permainan” yang tidak hanya menyampaikan makna, tetapi juga selalu terikat pada konteks dan situasi tertentu. 

Ia berargumen bahwa manusia memahami dunia serta sesamanya melalui kata-kata yang dipilih dan digunakan dalam berbagai situasi. Dengan kata lain, kata-kata bukan hanya media komunikasi, melainkan instrumen yang dapat mengolah, membentuk, dan bahkan mengubah makna. Dalam permainan kata-kata ini, bahasa menjadi seni di mana pengucapan, pilihan kata, dan konteks penggunaan memiliki peran penting dalam membentuk realitas.

Sebagaimana kata-kata memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman kita tentang dunia, demikian pula dalam dunia politik, bahasa menjadi alat yang kuat untuk memengaruhi dan membangun citra. Pemimpin politik menggunakan kekuatan kata-kata untuk membangun kepercayaan dan menunjukkan komitmen kepada masyarakat. Contoh nyata bisa kita lihat pada sosok RH, Bupati Tanjung Jabung Timur dua periode, yang dalam sebuah pernyataan menjelang Pilgub Jambi menegaskan bahwa kepercayaan rakyat kepadanya tidak akan ia khianati. Saat melantik tim pemenangan, ia menekankan, “Saya tidak akan pernah mengkhianati kalian, terutama rakyat. Saya akan melawan dan menentang para penguasa yang menyalahgunakan wewenang mereka. Saya akan berjuang sampai akhir.” Pernyataan tersebut seolah ingin mengukuhkan citranya sebagai pemimpin yang berpihak kepada rakyat.

Namun, narasi penuh keyakinan ini menjadi rumit saat dikaitkan dengan latar belakang RH yang telah lama berkiprah dalam struktur kekuasaan (pemain lama). Ironisnya, RH bukan sosok baru dalam lingkaran kekuasaan, ia telah menjabat sebagai Ketua DPRD Tanjung Jabung Timur selama tiga periode dan sebagai bupati selama dua periode. Fakta bahwa ia merupakan bagian dari sistem yang selama ini ia kritik menimbulkan pertanyaan mendalam. Apakah pernyataannya melawan "penguasa" benar-benar tulus atau sekadar retorika politik? Di satu sisi, RH mengklaim akan melawan kesewenang-wenangan kekuasaan, tetapi di sisi lain, ia pun berada dalam lingkaran kekuasaan itu sendiri. Hal ini menciptakan dilema bagi masyarakat: dapatkah mereka mempercayai RH di tengah kontradiksi tersebut?

Pengalaman RH dalam jabatan publik memang memberinya wawasan mendalam tentang dinamika kekuasaan dan politik lokal. Namun, justru karena itu, narasi perlawanan terhadap penguasa bisa dipandang dengan skeptis. Masyarakat Jambi yang semakin kritis bertanya-tanya, apakah RH benar-benar akan membawa perubahan signifikan, ataukah ia hanya mengulang pola kekuasaan lama dengan kemasan baru? Sebagai bagian dari elite politik yang sudah lama berkuasa, janji RH untuk “melawan penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan” terdengar seperti retorika yang lazim disuarakan politisi. Kenyataan bahwa ia telah lama berada di lingkaran kekuasaan menimbulkan keraguan terhadap ketulusan niatnya.

Walaupun RH berjanji untuk melawan penyalahgunaan kekuasaan, pengalaman panjangnya dalam dunia politik bisa menjadi bumerang. Publik mempertanyakan, jika ia benar-benar berniat melawan penyalahgunaan kekuasaan, mengapa tidak ia lakukan ketika memegang posisi strategis selama bertahun-tahun? Selama dua periode kepemimpinannya sebagai Bupati, tidak terlihat perubahan signifikan dalam tata kelola yang substansial. Ini memunculkan kesan bahwa janji perlawanan yang diusungnya hanyalah manuver politik untuk kembali meraih kekuasaan tanpa komitmen nyata untuk memperbaiki kondisi rakyat.

Situasi ini semakin diperparah oleh fakta bahwa narasi ‘melawan penguasa’ yang ia suarakan terasa paradoks karena dirinya sendiri merupakan bagian dari penguasa selama bertahun-tahun. Lebih jauh lagi, rekam jejaknya sebagai pemimpin lokal selama dua periode akan menjadi bahan evaluasi kritis bagi masyarakat Jambi, yang kini harus lebih cerdas dalam menanggapi setiap klaim politik. Jika selama masa kepemimpinannya tidak ada perubahan berarti dalam tata kelola pemerintahan, maka klaim untuk melawan penguasa ini bisa dianggap tidak relevan, bahkan berpotensi menjadi kontraproduktif.

Ketika kata-kata digunakan sebagai alat untuk membangun citra dan kepercayaan, penting bagi kita untuk mempertanyakan ketulusan di balik retorika yang diungkapkan para pemimpin. Dalam kasus RH, tantangan bagi masyarakat Jambi adalah membedakan antara janji politik yang tulus dan sekadar permainan kata-kata. Saat kita menilai rekam jejaknya, mari kita ingat bahwa kepercayaan adalah fondasi dalam hubungan antara pemimpin dan rakyat. Sebagai masyarakat yang kritis, kita perlu terus menggali makna di balik setiap pernyataan dan tindakan, serta menuntut akuntabilitas nyata dari setiap pemimpin yang mengklaim sebagai pejuang rakyat. Di tengah kontradiksi antara retorika dan realitas, masyarakat Jambi dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah kita dapat menaruh kepercayaan pada individu yang telah lama terlibat dalam struktur kekuasaan yang sama?

Namun, tidak semua janji yang diungkapkan para pemimpin merefleksikan ketulusan. Justru, sebagaimana terlihat dalam retorika politik RH, bahasa dapat menjadi alat manipulatif yang digunakan untuk membangun citra tanpa menunjukkan komitmen nyata. Retorika politik, seperti yang ditampilkan RH, menunjukkan sisi gelap dari bahasa sebagai alat manipulasi. Sebagaimana Wittgenstein menggambarkan bahasa sebagai 'permainan' yang selalu terikat pada konteks, retorika politik RH menjadi contoh bagaimana kata-kata dapat digunakan tidak untuk mencerahkan, tetapi untuk membangun citra yang mungkin menyesatkan. 

Dalam dunia politik, bahasa bukan lagi sekadar penyampai fakta atau janji, melainkan instrumen untuk menutupi kenyataan dan mengaburkan pandangan publik. Di tengah janji dan pernyataan yang tampak menggebu-gebu, masyarakat Jambi perlu sadar bahwa tidak semua kata-kata mencerminkan kebenaran. Sebaliknya, kata-kata bisa menjadi alat untuk memanipulasi harapan dan kepercayaan, terutama saat tidak didukung oleh tindakan nyata. Maka, penting bagi masyarakat untuk tidak hanya terpaku pada retorika, tetapi juga menguji bukti nyata dari komitmen yang diucapkan. (*)

Post a Comment

Previous Post Next Post