Tindakan Bupati Yang Menolak Proses Pengunduran Diri Seorang ASN Termasuk Tindakan Penyalah gunaan Wewenang (abuse of power) Dapat Dipidana



 Oleh: 
Zulfikri Toguan, SH. MH




Foto; H. Zulfikri Toguan, SH. MH 

Menyikapi adanya surat penolakan Bupati Pasaman Sabar AS yang menolak memproses permohonan pemberhentian Maraondak dari ASN tanggal 16 Agustus 2024, karena masih proses pelaporan dugaan pelanggaran hukum,  adalah termasuk pada tindakan penyalah gunaan wewenang (abuse of power), karena surat yang diajukan adalah permohonan dari seseorang atas haknya (hak konstitusi) permohonan pribadi untuk mengundurkan diri ke Kemendagri yang mengangkatnya jadi ASN.

Bupati tidak berhak menolak maupun menerima melainkan hanya meneruskan dan harus memprosesnya  sesuai dengan maksud surat tersebut ke Menteri Dalam Negeri bukan menolaknya, sebab tidak ada dasar hukum kewenangan Bupati Menolak permohonan nya,  Namun kenyataannya Bupati Menolaknya hal ini tidak yang sesuai aturan/ hukum, sehingga termasuk kategori abuse of power. 

Secara prosedur Maraondak telah melalui aturan hukum yang berlaku untuk permohonan pengunduruan dirinya dari ASN, dengan mengajukan surat ke Mendagri Melalui Bupati Pasaman, kemudian tak mendapat tanggapan beliau mengajukan surat ke Komisi ASN dan tanggal 10 Juni 2024 Kimisi ASN telah mengambil keputusan bahwa permohonan Maraondak adalah dibenarkan secara hukum memerintahkan bupati Sabar AS segera memprosesnya namun diabaikan.

Kemudian tanggal 11 Juli 2024  Kemendagri sudah menyurati Gubernur Sumatera Barat agar menyikapi permohonan pemberhentian sendiri Maraondak dari ASN segera ditindak lanjuti, namun diabaikan oleh Bupati Pasaman Sabar AS.

Atas surat Kemendagri tersebut, Gubernur Sumatera Barat tanggal 07 Agustus 2024 telah menyurati Bupati Pasaman Sabar AS agar, menindaklanjuti permohonan pemberhentian sendiri Maraondak namun dibiasakan dengan membuat keputusan sendiri yang tidak sesuai dengan arahan atasan. 

Berdasarkan urutan administrasi tersebut, jelas putusan bupati Pasaman Sabar AS terhadap permohonan Maraondak tanggal 16 Agustus 2024  diduga bukan atas pertimbangan hukum.

Pengaturan hukum tentang masalah ini telah diatur bahwa  adalah hak yang bersangkutan untuk mengajukan diri sebagai ASN maupun mau berhenti dan hak memilih dan dipilih; sesuai dengan putusan MK Nomor 011-017/PUU-I/2003 yang menyebutkan,

“Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, maupun konvensi internasional, maka pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara.”

Selain itu, secara spesifik, Undang-Undang Nomor 30/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mengatur mengenai hak memilih seperti yang tercantum dalam Pasal 43 yang menyatakan, “Setiap warga mendapatkan hak dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Tidak hanya itu, frasa “hak memilih” yang dimasalahkan oleh Pemohon juga telah ditegaskan didalam UUD 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dari ketentuan “Kedaulatan berada di tangan rakyat” adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan menyelenggarakan pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

“Oleh karena itulah maka memilih dalam pemilihan umum merupakan hak bagi warga negara. Dengan demikian, sebagai hak, dapat dipergunakan atau tidak dipergunakan,” 

Bukan kewenangan Bupati untuk meniadakan hak pribadi masyarakat agar tidak dapat dipilih, termasuk menerima atau menolak hak pribadi yang bersangkutan, Bupati hanya berwenang untuk melanjutkan proses pengajuan hak tersebut ke instansi yang berwenang yaitu Menteri dalam negeri, karena Maraondak bekerja ditempatkan Pemerintah cq Mendagri di Pemda Pasaman maka Bupati sebagai kepala daerah hanya meneruskan saja bukan menolak.

Penolakan yang bukan kewenangan beliau ini termasuk tindakan pejabat yang melawan hukum atau dikenal dengan abuse of power. Merujuk  pada Yopie Moria dalam buku Sendi-Sendi Hukum Konstitusional karya Dr. Hotma P. Sibuea dan Dr. Hj. Asmak ul Hasnah, abuse of power adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk mencapai kepentingan tertentu dan dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Akibat tidak diproses nya permohonan yang bersangkutan, Maraondak telah mengalami kerugian secara materil dan moril, yatu menjadi kurangnya salah satu administrasi untuk mendaftar di KPU sebagai salah satu Bakal Calon Kepala daerah kabupaten Pasaman 2024 – 2029. Kebetulan sudah mendapat dukungan dari 5 partai politik terbesar besar saat ini.

Sementara Sabar AS juga ikut mencalonkan diri untuk jabatan yang sama, jika dihubungkan sebagai alat analisa hubungan penolakan permohonan Maraondak ke mendagri maka ada dugaan Sabar AS sengaja menolak permohonan tersebut agar Maraondak kekurangan persyaratan.

Jika ini benar maka secara hukum sudah terang benderang sebagai perbuatan abuse of power, sehingga harus mempertanggung jawabkan hal tersebut secara hukum.

 Jika alasan penolakan karena tersangkut laporan pejabat pemda Pasaman ke instasi lain dugaan pelanggaran hukum, bukan alasan hukum untuk menolak permohonan seorang ASN untuk mengundurkan diri, ada azas hukum yang harus dijunjung tinggi yaitu;  Asas legalitas atau “nullum crimen, nulla poena sine lege” adalah prinsip hukum yang menyatakan bahwa tidak ada tindakan seseorang  yang dapat dihukumkan tanpa dasar hukum yang jelas. Artinya, seseorang tidak dapat dihukum jika perbuatan yang dilakukannya tidak diatur dalam hukum yang berlaku. 

“Tidak ada seorang dapat dikatakan bersalah sebelum ada putusan Pengadilan yang mengatakan dia bersalah.

Dugaan lain adalah Sabar As merasa sebagai bupati bisa berbuat sekehendaknya, tak mau ada yang menghalangi kehendaknya untuk maju Pemilihan Bupati Pasaman, tentu jika ini benar adalah tindakan yang pengecut dan tidak elegan, sebagai petarung harusnya maju berkompetisi dengan lawan siapapun dalam bentuk apapun tanpa mengurangi hak lawan untuk menjadi competitor, maju dengan tidak menginjak lawan, kalaupun kalah akan terhormat kalau menang akan mulia, daripada bersaing dengan menjegal menangpun belum tentu mulia.

Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Setiap orang yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan merugikan negara akan dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat satu tahun.

Negara mengalami kerugian akibat penghalangan untuk mengundurkan diri Maraondak sebagai ASN yaitu; masih dikeluarkannya gaji sebagai ASN oleh negara, oleh karenanya sudah cukup bukti bahwa tindakan keputusan Bupati menolak permohonan Maraondak untuk berhenti sebagai ASN adalah memenuhi unsur abuse of power.
Indikator telah melakukan penyalah gunaan wewenang, adalah :

1. Menyimpang dari tujuan atau maksud pemberian kewenangan; Kewenangan yang diberikan kepada pejabat harus selalu digunakan sesuai maksud dan tujuan yang mengarah pada kepentingan umum. Jika kekuasaan tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, apalagi sampai merugikan orang lain, tindakan tersebut sudah termasuk kategori abuse of power.

2. Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas legalitas; Asas legalitas merupakan prinsip dasar hukum, dimana setiap perbuatan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka dari itu, kegiatan pejabat yang melanggar hukum termasuk ke dalam tindakan penyalahgunaan kekuasaan.

3. Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas-asas umum; Asas-asas umum yang dimaksud dalam hal ini antara lain asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, dan sebagainya.
Hak dari Maraondak secara Konstitusi untuk mendaftar sebagai calon kepala daerah,  hak dasar yang diatur dalam Konstitusi, sehingga tidak boleh instansi manapun dapat menghalanginya, termasuk nanti dalam pendaftaran ke KPU, jika ada syarat administrative yang kurang maka KPU akan memberikan kesempatan kepada calon untuk memenuhinya, jika pada saatnya nanti waktu pendaftaran habis sementara kelengkapan tersebut belum ada karena diluar kemampuan calon, KPU Daerah akan berkonsultasi ke KPU Propinsi dan KPU Pusat. 

Biasanya pengalaman dari beberapa daerah seperti ini seperti KPU Pelalawan Riau, kasusnya persis seperti kasus Pasaman, akhirnya KPU Pusat mengabulkan pencalonan calon kepala daerah, dengan kode MS = Memenuhi Syarat, walaupun belum ada penetapan berhenti dari Mendagri karena hal itu perlu proses (waktu).

Oleh karena itu sebaiknya Sabar AS membalas surat permohonan Maraondak untuk berhenti dari ASN, agar dinilai pemilih adalah calon yang kesatria dalam bersaing, percayalah bahwa sudah ada takdir dari Allah SWT siapa yang dikehendaki Nya untuk memperoleh kekuasaan dan Allah SWT yang akan mencabut kekuasaan dari siapa yang dia kehendaki (Al-Imran; 26-27).(Nurman)

Post a Comment

Previous Post Next Post

Labels