Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah, mengapresiasi gelaran lokakarya Penguatan Literasi Kebencanaan Berbasis Pengetahuan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana, yang digelar oleh Management of Social Transformation (MOST) Unesco bersama BRIN di Bukittinggi, Selasa (30/07/2024). Mahyeldi menilai, lokakarya tersebut sangat penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi risiko bencana.
"Pemprov Sumbar mengucapkan terima kasih kepada MOST Unesco dan BRIN yang telah meng inisiasi kegiatan ini. Sumbar memang dikenal dengan potensi kebencanaan yang cukup tinggi. Potensi itu tersebar merata di seluruh 19 kabupaten/kota yang ada," ujar Mahyeldi saat menjadi pembicara kunci dalam lokakarya yang berlangsung di Balai Diklat Dinas Perkebunan, Tanaman Pangan, dan Holtikultura Sumbar tersebut.
Menurut Mahyeldi, sebagian warga masyarakat Sumbar telah menyadari potensi kebencanaan yang cukup tinggi di daerah masing-masing. Oleh karena itu, hal yang memang perlu dilakukan adalah meningkatkan kewaspadaan serta kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi risiko kejadian bencana.
"Bencana dapat datang secara tiba-tiba. Oleh karena itu kita harus senantiasa waspada. Lokakarya ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan wawasan masyarakat kita tentang kesiapsiagaan, se hingga potensi risiko bencana dapat kita minimalisir. Mulai dari risiko kehilangan nyawa, harta benda, dan lain sebagainya," ujarnya dalam kegiatan yang juga didukung oleh Kementerian Agama RI tersebut.
Ada pun dalam laporannya, Direktur Eksekutif MOST Unesco, Fakhriati menjelaskan, selama ini MOST memang bergerak di bidang transformasi sosial, dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendorong ilmu pengetahuan sosial menghadirkan terobosan baru dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sosial.
"Lokakarya yang kita gelar selama dua hari dengan 50 peserta ini, merupakan respons kita terhadap kondisi Sumbar yang baru tertimpa bencana banjir lahar dingin dan galodo beberapa waktu lalu. MOST Unesco - BRIN dan Kemenag berharap lokakarya ini dapat meningkatkan literasi kebencanaan masyarakat, dengan mengintegrasikan pengetahuan ke dalam strategi pengurangan risiko bencana yang inklusif dan berkelanjutan," ujar Fakhriati.
Para peserta lokakarya, sambung Fakhriati, merupakan warga perwakilan dari daerah-daerah tertimpa bencana banjir lahar dingin di Agam, Tanah Datar, dan Padang Panjang. Para peserta tersebut memiliki latar belakang takmir masjid, pemuka agama, tokoh masyarakat, komunitas disabilitas, serta komunitas sakato, yang tentu memiliki peran dan pengaruh di tengah masyarakat.
"Tujuan penting dari pelaksanaan lokakarya ini antara lain, meningkatkan peluang kemaslahatan hidup, memanfaatkan budya lokal melalui pengetahuan lokal secara inklusif untuk mengurangi risiko bencana, menyadarkan masyarakat lokal akan pentingnya pengetahuan lokal sebagai early warning system (EWS) pengurangan risiko bencana, serta menjadi landasan dalam pengambilan kebijakan," ucapnya lagi.
Turut hadir dalam pembukaan lokakarya tersebut, Dirjen BMI Kemenag RI Kamaruddin Amin; Kepala Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan BRIN, Sastri Sunarti; Direktur Eksekutif MOST Unesco-BRIN, Fakhriati; Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia, Itje Chodijah; Direktur Urais Bimas Islam Kemenag RI, Adib; Kepala Balai Perkebunan dan Tanaman Pangan Holtikultura Sumbar; Kalaksa BPBD Sumbar, Rudi Rinaldi; serta Kepala Biro Adpim Setdaprov Sumbar, Mursalim. (adpsb/isq- RK)
Tags:
Sumbar