Realitakini.com- Kota Blitar
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di tingkat SMA/SMK di Kota Blitar telah menarik perhatian anggota dewan. Sistem zonasi dalam PPDB ini menjadi sorotan karena sejumlah penduduk asli Kota Blitar tidak dapat mendapatkan tempat di sekolah-sekolah di kota mereka sendiri. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem penerimaan berdasarkan jarak rumah dengan sekolah ini.
Ketua DPRD Kota Blitar, dr. Syahrul Alim, mengungkapkan bahwa sejumlah anggota dewan menerima laporan serupa dari warganya. Isu mengenai sistem zonasi dalam PPDB ini bahkan diangkat oleh beberapa fraksi dalam Rapat Paripurna DPRD pada hari Senin (4/7/2023).
“Seperti yang telah disampaikan oleh salah satu fraksi, terdapat dugaan bahwa banyak penduduk dari luar kota yang pindah ke Kota Blitar hanya agar anak-anak mereka dapat diterima di sekolah yang diinginkan. Tentu saja hal ini melemahkan pendidikan kita, terutama bagi penduduk asli Kota Blitar,” ungkap Ketua DPRD Kota Blitar, dr. Syahrul Alim.
Dengan adanya fraksi DPRD yang mengemukakan masalah PPDB dalam rapat paripurna, dr. Syahrul berharap akan ada tindak lanjut dari pihak eksekutif, baik Pemerintah Kota Blitar maupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Tujuannya adalah untuk melakukan evaluasi terhadap sistem zonasi ini, guna melindungi hak penduduk dalam mendapatkan pendidikan tanpa adanya kecurangan sistem.
“Jika kami memiliki kewenangan, kami berharap sistem ini dapat diganti atau dimodifikasi. Pada tahun sebelumnya, rumah yang berjarak 1,2 kilometer masih dapat diterima di sekolah, namun sekarangrumah yang berjarak 1 kilometer dari sekolah tidak dapat diterima. Dulu kami bisa tenang, namun sekarang menjadi cemas. Penting untuk menekankan bahwa sekolah-sekolah ini membawa nama Kota Blitar, oleh karena itu ironis jika banyak penduduk dari luar kota yang bersekolah di dalamnya,” tegas dr. Syahrul Alim, yang juga merupakan Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Blitar.
Anggota Komisi I DPRD Kota Blitar, Dedik Hendarwanto, menambahkan bahwa dirinya juga me nerima keluhan dari penduduk yang rumahnya berjarak 1 kilometer dari sekolah, namun tidak diterima di sekolah yang diinginkan. Sebagai anggota Komisi I yang bertanggung jawab dalam bidang pendidi kan, ia berharap agar dinas terkait dapat memberikan penjelasan dan solusi untuk perbaikan sistem ini.
“Kami berharap ada evaluasi terhadap sistem PPDB SMA. Oleh karena itu, kami berencana untuk me manggil Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan Dispendukcapil terkait masalah perpindah han penduduk.Kami tidak dapat membatasi hak penduduk dalam memilih tempat tinggal merekak arena itu merupakan hak warga negara, namun di sisi lain, hal ini juga dimanfaatkan oleh sejumlah pihak sehingga penduduk Kota Blitar menjadi dirugikan dengan tidak mendapatkan tempat di sekolah,” jelas Dedik.
Menurut Dedik, sekolah SMA dan SMK di Kota Blitar selalu menjadi incaran penduduk dari luar kota karena dianggap prestisius atau difavoritkan. Namun, jumlah sekolah SMA dan SMK Negeri di Kota Blitar terbatas sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan tempat belajar.
“Hampir seluruh SMA dan SMK di Kota Blitar menjadi favorit bagi penduduk Blitar Raya maupun penduduk dari luar kota. Minat masyarakat untuk bersekolah di Kota Blitar sangat tinggi, seperti halnya dengan SMP pada waktu lalu. Namun, berbeda dengan SMP yang jumlahnya cukup banyak, yaitu 9 sekolah, SMA hanya memiliki 4 sekolah dan SMK hanya memiliki 3 sekolah. Evaluasi terhadap sistem zonasi ini perlu dilakukan, mengingat tujuan awalnya adalah untuk meratakan pendidikan tanpa adanya sekolah favorit, namun kenyataannya masih ada sekolah yang menjadi incaran masyarakat,” tutur Dedik, yang juga merupakan politisi dari PDI Perjuangan.(edy)
Tags:
Jatim