Realitakini.com- Agam
Namun, tidak sedikit pula pelaku usaha yang terus memupuk optimisme di kala pandemi. Seperti yang dilakukan warga Simpang Tembok, Kecamatan Lubuk Basung ini. Gempuran pandemi Covid-19 tidak membuatnya urung berusaha. Seperti apa kisahnya?
Mulyadi (39) tampak cekatan mengaduk serbuk kayu, dedak, gipsum casting (kapur) dan sejumlah bahan lainnya. Setelah kalis, bahan tersebut didiamkan untuk beberapa waktu. Lalu serbuk itu dipadatkan kedalam plastik berukuran 1 Kg yang kemudian dijadikan media tanam (baglog) jamur tiram.
Aktivitas membuat wadah tanam tempat meletakkan bibit jamur itu sudah dilakukan Mulyadi sejak beberapa hari terakhir. Pada kantung serbuk kayu berbentuk silinder itu, Mulyadi menitipkan asa agar rezekinya bermekaran bersamaan mekarnya sayuran bernama latin Pleurotus Ostreatus.
“Budidaya jamur ini sudah kami lakukan di Tiku, hasilnya cukup bagus. Saat ini kami mencoba merintisnya menjadi usaha keluarga, dengan harapan bisa produksi lebih banyak,” ujarnya saat ditemui awak media, Sabtu (30/10).
Berdasarkan pengalaman ulasnya, berbudaya jamur tiram terbilang cukup mudah jika mengetahui tekniknya. Untuk menghasilkan jamur yang berkualitas, bisa dimulai dengan mempersiapkan baglog yang steril, lalu bibit jamur tiram, kumbung atau ruang tempat tumbuhnya jamur.
“Umumnya komposisi baglog terdiri dari serbuk kayu yang mudah lapuk, dedak, pupuk kompos, kapur, serta air. Komposisi penggunaan bahan-bahan ini berbeda-beda tergantung pada kebutuhan,” terang Mulyadi.
Dalam satu kali pembuatan, Mulyadi mengaku bisa membuat hingga 500 baglog dengan mengeluarkan kocek Rp2-3 juta. Dalam pembuatan ratusan baglog itu ia dibantu oleh 8 anggota keluarganya.
“Di rumah jamur kami di Tiku, dari pembuatan baglog hingga panen memakan waktu kurang lebih 51 hari, karena suhu di sana cukup tinggi, di Lubuk Basung ini kita belum tahu persis berapa waktu yang dibutuhkan,” ungkapnya.
Dirinya memproyeksi, dalam 500 baglog yang disediakannya itu bisa menghasilkan 2-3 Kg jamur tiram dalam satu kali panen. Dikatakan, jamur tiram bisa terus dipanen dalam kurun satu hari sekali.
Mulyadi meyakini budidaya jamur tiram termasuk usaha yang tidak begitu terdampak oleh pandemi Covid-19. Buktinya saja, baglog-baglog yang tengah dibuatnya itu sudah memiliki tuannya. Mulyadi optimis, usaha yang digelutinya itu memiliki prospek yang cerah.
Cerahnya prospek budidaya jamur tiram juga diamini Ketua Forum UMKM Lubuk Basung, Fitria Amrina. Menurutnya, budidaya jamur tiram merupakan salah satu peluang bisnis yang terbilang menguntungkan.
Jamur tiram bisa diolah menjadi berbagai produk kuliner yang lezat. Hal inilah menurut Fitria yang membuat prospek bisnis jamur tiram amat menggiurkan dan peluangnya pun masih sangat terbuka lebar.
“Di Lubuk Basung sendiri belum ada pelaku usaha yang mengembangkan bisnis ini, padahal saat ini permintaannya cukup tinggi, oleh sebab itu budidaya jamur tiram ini termasuk salah satu bisnis yang menurut saya memiliki prospek cerah,” terangnya.
Disebutkannya, harga jamur tiram untuk kawasan Sumatera Barat saat ini tercatat kisaran Rp25-35 ribu per kilogram. Sedangkan, baglog yang sudah berisi bibit jamur biasa dijual kisaran Rp5 ribu per baglog.
Fitria berharap, usaha jamur tiram yang digeluti Mulyadi bisa terus berkembang. Ia juga menyarankan, selain memproduksi bahan mentah jamur tiram pembudidaya juga diharapkan melirik usaha pengolahan jamur tiram, yang prospeknya tidak kalah menjanjikan.
“Jamur bisa diolah menjadi crispy, sate jamur, oseng jamur, bubuk jamur dan inovasi lainnya. Jika ini dapat disiasati, tentunya nilai jual jamur tiram bisa lebih tinggi,” tutupnya.(Aldi)