Realitakini.com--Kabupaten Solok
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok dengan agenda Penyampaian Laporan Hasil Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2020, di Ruang Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok, Selasa (6/7/2021), mendadak heboh.
Pantauan Realitakini.com, hal itu terjadi karena sejumlah anggota DPRD berdebat sengit tentang ketidakhadiran Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra serta posisi Ketua DPRD Kabupaten Solok dalam administrasi kedewanan.
Selain itu, dalam perdebatan tersebut beberapa anggota dewan juga menginginkan Dodi Hendra tidak lagi melakukan admiinistrasi sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok, karena 27 anggota DPRD telah membuat surat pernyataan Mosi Tidak Percaya kepada Ketua DPRD itu. Administrasi yang dimaksud seperti mendatangani Surat Perintah Tugas (SPT), Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), menandatangani surat undangan keluar DPRD.
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dendi dengan lantang mengatakan, hal itu tidaklah benar dan melanggar aturan. Politisi yang sudah tiga periode menjadi Anggota DPRD Kabupaten Solok tersebut juga menegaskan, ada aturan dan regulasi yang mengatur tentang hak dan kewenangan Ketua dan Pimpinan DPRD. Sehingga, tidak bisa seenaknya saja melakukan sesuatu, yang tidak ada regulasinya.
"Segalanya ada aturan dan mekanisme. Apalagi DPRD yang bekerja membuat, membahas dan menjalankan aturan dan regulasi. Kita jangan latah dan sembrono, melakukan hal-hal yang di luar aturan. Seperti yang terjadi di tempat lain. Karena ini adalah lembaga resmi yang harus taat dengan aturan dan regulasi," tegasnya.
Dendi juga menegaskan bahwa Dodi Hendra bisa saja dimosi tak percaya, tapi selama proses itu berlangsung, Dodi Hendra tetap Ketua DPRD Kabupaten Solok dengan segala hak, dan kewenangan yang melekat di dirinya. Menurut Dendi, Dodi Hendra ditetapkan melalui keputusan Gubernur Sumbar, sehingga untuk mencabut hak kewenangan itu, harus melalui SK juga.
"Selama tidak ada SK pencabutan atau penggantian SK, Dodi Hendra tetap Ketua DPRD dengan segala hak dan kewenangan yang melekat. Tidak ada alasan menolak Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok, dengan segala hak dan kewenangan yang melekat di dirinya, sesuai jabatannya," ucapnya.
Mosi tak percaya, lanjutnya, tidak serta merta membuat hak dan kewenangan tersebut hilang. Sebab, ada Tata Tertib (Tatib) dan mekanisme. Mosi tak percaya, kini sedang dibahas di Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Solok, setelah itu BK akan memberikan rekomendasi dan disampaikan ke paripurna. Kemudian, andaikan paripurna memutuskan menerima mosi tak percaya itu, dan diteruskan berupa rekomendasi ke gubernur, prosesnya masih tetap panjang.
"Sebab, sesuai aturan Partai Gerindra sebagai pemenang Pileg 2019 di Kabupaten Solok, memiliki hak prerogatif. Dan keputusan mereka adalah menunjuk Dodi Hendra. Partai lain, dan siapapun, tidak memiliki hak mengotak-atik atau mencampuri keputusan Partai Gerindra," tegasnya.
Dendi mewanti-wanti, hak dan kewenangan Ketua DPRD tidak bisa serta merta beralih ke Wakil Ketua DPRD atau ke siapapun. Meski kepemimpinan DPRD adalah kolektif kolegial, hak dan kewenangan Ketua DPRD ke Wakil Ketua DPRD, harus melalui mekanisme pendelegasian tugas.
"Itu pun, menurutnya harus dengan alasan yang sesuai dengan aturan. Seperti, berhalangan tetap, meninggal dunia, atau tersangkut masalah hukum. Selain itu, tidak bisa dilakukan karena akan berlawanan dengan hukum dan aturan," paparnya.
Disebutkan Dendi, Fraksi PPP mewanti-wanti, jika administrasi nanti ditandatangani oleh yang tidak berhak dan berwenang, maka akan timbul masalah. Yakni masalah hukum dan peraturan yang ada. (Syafri)
Tags:
Kabupaten solok