Realitakini.com -Padang
Kasus kekerasan perempuan dan anak di Sumatera Barat sepanjang tahun 2019 total mencapai 816 kasus. Jumlah itu dihimpun dari unit khusus perlindungan perempuan dan anak yang ada di berbagai level dan instansi. Seperti unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) atau sentra pelayanan khusus di Polda dan Polres, Dinas PPPA dan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) di tingkat kabupaten/kota, hingga unit khusus di level nagari atau kelurahan. Termasuk data dari pekerja sosial yang tersebar di kabupaten/kota.
Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Sumatera Barat, Besri Rahmad MM, meski secara angka terbilang besar, namun bukan berarti kasus kekerasan perempuan dan anak meningkat. Selama ini, banyak kasus yang tertutupi dan tidak dilaporkan. Meningkatnya keberanian untuk melaporkan dan kepedulian masyarakat terhadap kasus kekerasan perempuan dan anak membuat secara jumlah terlihat meningkat.
Zaman dahulu, kekerasan terhadap perempuan dan anak dianggap hal biasa. Lingkungan juga menganggap kekerasan perempuan dan anak adalah urusan masing-masing. Namun, saat ini paradigma itu sudah berubah. Apalagi, sudah ada kesepakatan dunia untuk menurunkan tingkat kekerasan perempuan dan anak,” kata Besri saat membuka pelatihan pengasuhan remaja yang diadakan Surau Alquran Yayasan Anak Sholeh 85 Padang, Sabtu (8/1/2020) di aula Siti Manggopoh LPMP Sumatera Barat.
Selain keberanian dan kepedulian, tingginya pelaporan kasus kekerasan perempuan dan anak juga disebabkan semakin mudahnya akses untuk membuat pengaduan. Selain berbagai unit khusus dan lembaga yang disebutkan di atas, juga terhadap hotline pengaduan kekerasan perempuan dan anak di bawah Dinas PPPA Sumbar yang terbuka 24 jam. Nomor hotline pengaduan tersebut adalah 085274094145.
Siapapun yang melapor, langsung ditanggapi oleh petugas yang standby. Petugas akan meminta identitas pelapor, identitas korban dan lokasi kejadian. Selanjutnya, petugas akan menghubungi dinas atau instansi terdekat dengan lokasi kejadian. Demikian juga jika korban perlu dirawat, maka akan dikoordinasikan dengan rumah sakit dan selanjutnya orang tua serta pihak kepolisian.
“Pada seluruh kabupaten/kota pada umumnya sudah punya hotline masing-masing. Tapi, kadang-kadang ada yang aktif dan ada pula yang berpotensi mengalami gangguan karena kondisi geografis daerah, seperti halnya di Kepulauan Mentawai, sebagian daerah Solok Selatan dan lain-lain,” terangnya.
Lebih jauh dikatakan Besri, pada beberapa kasus, ada pelaku kekerasan yang melibatkan usia anak pula. Jadi, pelaku dan korban sama-sama anak-anak. Untuk kasus seperti itu, terhadap pelaku juga diberikan hanya sebagai anak.
“Pada dasarnya pelaku itu sebenarnya dulunya adalah korban. Perlu penangangan khsusus. Pelaku itu perlu dididik dan digembeng agar tidak melakukan lagi. Kepada korban, luka fisik memang cepat sembuh, tapi non fisik yang lama. Karena itu, kita juga sediakan psikolong kerja sama dengan perguruan tinggi seperti Unand, UNP dan lembaga lain,” katanya
.
Apresiasi Surau Alquran dan RAS:
Pada kesempatan itu, Besri mengapresiasi program-program yang telah dijalankan oleh Yayasan Anak Sholeh 85, baik melalui kegiatan Rumah Anak Sholeh (RAS) maupun Surau Alquran RAS (SAR). Menurutnya, program-program yang dijalankan RAS dan SAR di dalamnya tertompang juga program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Pelatihan itu sendiri diikuti tenaga pengajar di SAR dan sejumlah mentor di RAS. Menurut Ketua Yayasan Anak Sholeh 85, Apwiddhal MT didampingi Manajer Surau Alquran RAS, Ardiles, pelatihan diadakan dua hari, Sabtu dan Minggu, 4 – 5 Januari 2020 dengan tema ‘Bagaimana Mengasuh Anak Remaja’. Pelatihan menghadirkan psikolog dan konselor remaja senior, H Hilman Al Madani sebagai nara sumber.
Tujuannya, untuk peningkatan kapasitas dan keterampilan Sumber Daya Manusia (SDM), baik tenaga pengajar di SAR maupun mentor di RAS. Pelatihan pengasuhan remaja sangat dibutuhkan mengingat masalah remaja yang kompleks.
“Apalagi, anak-anak kita di Surau Alquran sudah tiga tahun dan akan segera memasuki level SMA. Sedini mungkin guru-gurunya dibekali untuk menghadapi mereka,” ujarnya Apwiddahl. (hms sumbar/tim)
Tags:
Sumbar