Realitakini.com, Jakarta
Berdasarkan data BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM, bahwa 99,99% pelaku usaha di Indonesia adalah Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM). Dari pelaku UMKM ini, 98,7% didominasi Usaha Mikro dengan omzet (penjualan) dibawah Rp 300 juta rupiah per tahun.
Hal ini menjadi suatu perimbangan jumlah pelaku usaha yang belum ideal dalam membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia, untuk itu perlu digiatkan agar pelaku Usaha Mikro meningkat, naik menjadi Usaha Kecil.
Maka dari itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia telah menyiapkan semua program pendukung UMKM Naik Kelas secara Nasional.Demikian disampaikan Ketua Lembaga Pengembangan Usaha Kadin Indonesia Raden Tedy kepada wartawan, Jumat 24/01/20, di bilangan Menteng Jakarta Pusat (kantor Kadin -red).Menurut Tedy, banyak pihak yang membahas istilah UMKM naik kelas, namun hampir semua belum menyampaikan definisi dan kriteria dari UMKM naik kelas.
Ada pula yang menyatakan bahwa untuk naik kelas, maka usaha harus berkembang dan telah mengikuti sistem digital, atau usaha berubah menjadi orientasi eksport dan lain-lain tanpa ada batasan kuantitatif, kata Tedy.
Dengan demikian, untuk dapat dikatakan naik kelas, maka harus didudukan terlebih dahulu, usaha saat ini dikelas apa dan apabila naik, naik ke kelas apa. Misalnya usaha bakso keliling, saat ini harus didudukan ke kelas apa, apakah kalau pedagang bakso sudah menggunakan sistem digital, maka akan dikatakan naik kelas, lantas kelas apa yang dia capai ? Maka dari itu, saya akan mendefinisikan terlebih dahulu apa itu UMKM naik kelas dan selanjutnya pembatasan kriteria UMKM berdasarkan kelas yang dimaksud.
Dalam penjelasannya, ia menyampaikan UMKM terdiri dari Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah, maka cukup jelas pembagiannya. Sehingga UMKM Naik kelas dapat didefinisikan meningkatnya/ berkembangnya UMKM di masing-masing kelas secara berjenjang sesuai peningkatan Omzet dan Aset dengan kriteria sesuai Undang Undang No 20 tahun 2008, tentang UMKM.
Adapun Kriteria Kelas UMKM sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang tersebut adalah sebagai berikut :
Kelas Usaha Mikro, apabila omzet (penjualan) maksimal Rp 300 juta per tahun dan aset maksimal Rp 50 juta. Kemudian Kelas Usaha Kecil, apabila omzet (penjualan) antara Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5 miliar dan aset antara Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta.
Selanjutnya, Kelas Usaha Menengah, apabila omzet (penjualan) antara Rp 2,5 miliar sampai dengan Rp 50 milyar dan aset antara Rp 500 juta sampai dengan Rp 10 miliar. Sedangkan untuk Usaha Menengah akan naik kelas ke Usaha Besar, apabila Omzet (penjualan) di atas Rp 50 miliar per tahun atau aset di atas Rp 10 milyar.
"Jadi, apabila salah satu kriteria omzet dan aset ini telah memenuhi, maka usaha tersebut dapat dikatagorikan naik kelas", ujar Tedy.
Dari definisi dan Kriteria tersebut, lanjut Tedy, maka dengan contoh penjualan bakso keliling akan dapat dikatagorikan naik kelas dengan penetapan usaha bakso tersebut saat ini berada dikelas apa, untuk itu, maka perlu di lakukan pendataan tingkat omzet dan asetnya terlebih dahulu dalam setiap triwulan dan dilakukan evaluasi data omzet dan aset untuk melihat perkembangan usahanya tersebut.
Masih kata Tedy, dari pendataan awal ini, maka dapat dikatakan bahwa UMKM akan sulit naik kelas apabila tidak mengerti dan tidak membuat laporan/catatan keuangan, untuk merencanakan usaha (business plan) dengan penetapan target agar naik kelas.
Ia mengakui, tidak semua bisa tercapai dalam satu tahun untuk bisa naik kelas, mungkin bisa lebih dari satu tahun, hal ini akan dapat di ketahui dari perencanaan usahanya. Sebab, memahami pembuatan laporan keuangan dan rencana usaha merupakan dua hal yang cukup penting dalam menunjang program UMKM naik kelas.
Target pelaku UMKM untuk naik kelas adalah meningkatkan omzet (penjualan) dan aset, untuk itu diperlukan penjualan yang meningkat sesuai targetnya, penjualan dapat dilakukan secara offline maupun online, maka untuk itu pelaku UMKM memerlukan pengetahuan tentang strategi penjualan Offline dan Online, jelas Tedy.
Menurut Raden Tedy, tidak sedikit pelaku UMKM kesulitan untuk menjual produk karena faktor kualitas dan kemasan (packaging) produknya. Maka kedua hal ini pun dibutuhkan oleh pelaku UMKM, untuk itu, guna menunjang Program UMKM naik kelas, dibutuhkan berbagai pembinaan dan pendampingan. Pembinaan tersebut dalam bentuk penyuluhan, pelatihan dan workshop antara lain:
Tatacara pembuatan laporan keuangan sederhana, perencanaan usaha (Business Plan), meningkatkan kualitas mutu produk, tatacara pengemasan (packaging) produk, strategi pemasaran digital, strategi pengelolaan persediaan (stock), tatacara pengajuan modal usaha ke Bank/Lembaga Keuangan, tatacara eksport dan pendampingannya serta Perpajakan dan lain-lain.
Sebagai informasi, Kadin Indonesia dibawah kepemimpinan Eddy Ganefo sebagai ketua umum, telah menyiapkan semua program pendukung UMKM Naik Kelas secara Nasional, tutup Raden Tedy. (*)
Tags:
Jakarta