Menyingkapi kelompok nelayan yang bernama AMANADS yang mendatangi DPRD tanggal 11 Semperber 2019 lalu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat mengundang Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi, Yosmeri untuk melakukan rapat kerjan ( Hairing ) untuk menyelesaikan permasyalan nelayan danau singkarak terkait penertiban nelayan bagan di Danau Singkarak, Kamis (19/9/2019 Rapat dengar pendapat antara DPRD dengan DKP dipimpin Wakil Ketua Sementara DPRD Sumbar Irsyad Syafar, bersama anggota DPRD Arkadius Datuak Intan Bano didampingi Sekretaris DPRD, Raflis.
Kepala DKP Provinsi Sumatera Barat Yosmeri dalam rapat dengar pendapat tersebut menjelaskan, upaya penertiban dilakukan untuk menindaklanjuti Peraturan Gubernur (Pergub). Nelayan bagan sudah diberi tenggang waktu sejak tahun 2017, sementara Pergub sudah diterbitkan sejak tahun 2016.
"Pergub sudah diterbitkan sejak tahun 2016, lalu diteruskan ke pemerintah dua kabupaten (Solok dan Tanahdatar) untuk disosialisasikan," terang Yosmeri. Selama dua tahun, seiring sosialisasi, nelayan bagan diberikan kesempatan untuk mengganti peralatan tangkap yang mereka gunakan. Menurutnya, alat tangkap yang digunakan nelayan kapal bagan mengancam populasi ikan bilih, karena menggunakan pencahayaan.
"Bagan ini menggunakan lampu, bukan sekedar jaring angkat. Penangkapan menggunakan sistem ini akan mengancam populasi ikan bilih," ujarnya. Memasuki tahun 2019, penertiban mulai dilakukan oleh tim gabungan. Namun, penertiban ini menghadapi kendala karena penolakan dari nelayan bagan tersebut. Akhirnya diupayakan mediasi di DPRD Sumbar bersama Hendra Irwan Rahim (Ketua DPRD saat itu).
"Dalam kesepakatan itu, sudah ditegaskan, diberikan kesempatan waktu tujuh bulan hingga bulan Juli. Kesempatan ini justru membuat nelayan bagan menjadi bertambah," bebernya. Yosmeri menambahkan, yang menggantungkan mata pencarian pada ikan bilih tidak hanya ratusan orang nelayan bagan. Ada ribuan orang nelayan lainnya yang bertahan menggunakan jaring angkat tanpa lampu, hingga masyarakat pengolah ikan bilih yang harus diselamatkan.
"Kapal bagan menggunkan lampu mengancam populasi ikan bilih sehingga nelayan lain yang patuh pada aturan dengan tidak menggunakan lampu menjadi terancam. Belum lagi ribuan warga lainnya yang menjadi pengolah ikan," ungkapnya. Menyoal populasi ikan bilih, dalam kondisi normal, perkembangbiakannya cukup bagus. Dia mencontohkan tahun 2005, bibit ikan bilih Danau Singkarak dibawa ke Danau Toba, Sumatera Utara. Beberapa tahun kemudian, nelayan di danau Toba bisa menghasilkan ratusan ton ikan bilih setiap hari bahkan hasilnya dijual lagi ke Sumatera Barat.
"Namun, karena sistem penangkapan ikan bilih di Danau Toba menggunakan kapal bagan, akhirnya populasinya menjadi berkurang. Ini dikhawatirkan akan terjadi juga di Danau Singkarak kalau tidak dicegah. Sementara nelayan lainnya yang tidak menggunakan lampu bagan juga terancam mata pencariannya," lanjutnya. Yosmeri dalam kesempatan itu juga mengungkapkan bahwa penertiban akan tetap dilakukan untuk menjaga kelestarian ikan bilih. Penertiban dilakukan terhadap nelayan kapal bagan, sementara nelayan jaring angkat non bagan akan tetap dibolehkan sesuai aturan di Pergub.
Dia juga berharap, evaluasi Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (RTRKSP) Danau Singkarak oleh Kementerian Dalam Negeri bisa selesai secepatnya untuk lebih menguatkan dalam melakukan pencegahan. Pekan lalu, nelayan kapal bagan sekitar Danau Singkarak mengadu ke DPRD Sumbar. Mereka mengadukan perihal rencana penertiban yang akan dilakukan oleh DKP provinsi bersama tim gabungan. Nelayan beranggapan, peralatan tangkap yang mereka gunakan tidak melanggar aturan. Mereka mengaku sudah menggunakan jaring dengan ukuran lubang lebih besar dan meminta tidak dilakukan penertiban. (wt/rls)
Tags:
Parlemen