UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi daerah, dengan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI)
Dalam kaitan dengan hal diatas maka Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan daerah. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 18 Ayat (3) disebutkan bahwa:Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum
Dalam UU No. 23 Tahun 2014 pasal 96) menyatakan bahwa DPRD Provinsi mempunyai fungsi pembentukan perda provinsi (fungsi legislasi), fungsi anggaran dan fungsi pengawasan (controlling). Berkaitan dengan fungsi legislasi tersebut,DPRD sebagai representasi aspirasi masyarakat seharusnya memiliki peran yang optimal dalam hal merekrut kepentingan masyarakat dan diperjuangkan dalam rancangan peraturan daerah(Ranperda)
.
Didapati bahwa masih kurangnya produk hukum (peraturan daerah)
yang bersumber dari inisiatif DPRD, hal ini menunjukkan efektivitas pelaksanaan hak inisiatif DPRD dalam pembentukan perda belum dijalankan secara optimal.Padahal telah diatur dalam UU No 12Tahun 2011 Pasal (32) menyatakan bahwa Rancangan Perda Provinsi dapa tberasal dari DPRD Provinsi atau Gubernur. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah pasal (28) menjelaskan bahwa, terkait persiapan penyusunan perda di lingkungan DPRD, Ranperda yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi, gabungan komisi atau badan legislasi daerah. UU tersebut dengan jelas memberikan landasan hukum dan wewenang kepada anggota DPRD untuk menggunakan hak inisiatifnya prakarsa DPRD dalam proses pembentukan peraturan daerah.
Berdasarkan hal di atas Anggota DPRD dalam menjalankan fungsinya di bidang legislasi diberikan hak untuk mengajukan RAPERDA menjadi PERDA. Perubahan konstitusional tersebut seharusnya mampu mendorong produktivitas anggota DPRD Sumbar dalam menggunakan hak pengajuan dan pembahasan RAPERDA menjadi PERDA yang pro rakyat. Dalam hal ini DPRD Sumbar mengajukan dua Ranperda prakarsa DPRD beberapa waktu yang lalu yaitu ,
Ranperda tentang hari jadinya provinsi Sumatera Barat dan Ranperda tentang penyelengaraan tenaga kerja. Yang mana Ranperda tersebut sudah di sudah dibahas dalam rapat paripurna tanggal 14 desember yang lalu. Gubenur Sumatera Barat telah menyapaikan tangapannya terhadap 2 ranperda tersebut . Penentuan Hari Jadi Provinsi Sumatera Barat yang saat ini tengah dibahas, adalah berkaitan dengan Sumatera Barat sebagai daerah otonom, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hari jadi yang dimaksud di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) bukan yang diidentikkan dengan Minangkabau sebagai kesatuan masyarakat adat
Penentuan Hari Jadi Provinsi Sumatera Barat yang saat ini tengah dibahas, adalah berkaitan dengan Sumatera Barat sebagai daerah otonom, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hari jadi yang dimaksud di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) bukan yang diidentikkan dengan Minangkabau sebagai kesatuan masyarakat adat.
Hal itu ditegaskan juru bicara Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat Endarmy, menyampaikan jawaban atas tanggapan pemerintah terkait Ranperda tentang Hari Jadi Provinsi dalam rapat paripurna DPRD, Senin (17/12). Ranperda tersebut diajukan sebagai penggunaan hak usul prakarsa DPRD dengan tim pengusul Komisi I.
Sebelumnya, mencuat beberapa momentum yang akan menjadi titik awal berdirinya Sumatera Barat berdasarkan perjalanan sejarah. Endarmy menyebutkan, menelusuri sejarah panjang keberadaan Sumatera Barat yang telah terbentuk sebelum terbentuknya NKRI ada beberapa momentum yang dapat dijadikan pilihan.
Pertama adalah pembentukan unit pemerintahan untuk kawasan pesisir barat oleh VOC pada tahun 1609 dengan nama Hoofdcomptoir van Sumatera Weskust. Kemudian, perubahan status unit pemerintahan Hoofdcomptoir van Sumatera Weskust menjadi Gouvernment van Sumatra's Weskust pada tanggal 29 November 1837.
Momentum ketiga adalah pembentukan keresidenan Sumatera Barat oleh penjajahan Jepang dengan nama Sumatora Nishi Kaigun Shu pada tahun 1942. Ada juga momen sejarah pembentukan keresidenan Sumatera Barat sebagai bagian dari Provinsi Sumatera dengan Besluit RI nomor RI/I tanggal 8 Oktober 1945.
Pilihan berikutnya adalah pembentukan Provinsi Sumatera Tengah, Riau dan Jambi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perppu) nomor 4 tahun 1950. Terakhir, pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi yang ditetapkan dengan UU nomor 19 tahun 1957 tanggal 9 Agustus 1957.
"Dilihat dari semua aspek, masing-masing momen tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing untuk dijadikan tonggak penetapan hari jadi Sumatera Barat," kata Endarmy.
Oleh sebab itu, lanjutnya, seluruh alternatif itu perlu dianalisis dan didalami. Agar dari seluruh pilihan, bisa dilihat mana yang paling mendekati kondisi faktual, paling akurat dan autentik dengan bukti-bukti yang ada.
Dia menegaskan, pada hakikatnya penetapan hari jadi dari beberapa pilihan tersebut bukanlah kewenangan DPRD bersama pemerintah daerah saja. Hal itu juga menjadi hak dan kewenangan seluruh komponen masyarakat Sumatera Barat.
"Untuk itu kami sangat setuju dengan usul gubernur pada rapat paripurna sebelumnya, agar pembahasan dilakukan dengan melibatkan semua komponen masyarakat, ahli sejarah, akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya serta bukti-bukti autentik yang dapat dipertanggungjawabkan," ujar Endarmy
Dalam esensinya, penetapan hari jadi provinsi Sumatera Barat tidak hanya sebatas untuk menentukan tanggal yang akan diperingati secara seremoni. Jauh dari itu, merupakan wujud eksistensi dan pengakuan keberadaan Provinsi Sumatera Barat sebagai daerah otonomi dalam kerangka NKRI,”katanya.(wt)
Tags:
Parlemen