Negeri tercinta ini sangat kaya, yang jika dikelola dengan benar, cita-cita kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial akan benar-benar bisa diwujudkan bersama. Namun sayang, yang terjadi korupsi justru semakin merajalela. Sudah banyak pejabat tinggi yang terjerat kasus korupsi dan tertangkap tangan oleh KPK
.
Namun alih-alih mengundurkan diri, disorot media pun mereka masih bisa acung jempol sambil tersenyum, seakan menunjukkan diri mereka bersih tak bersalah. Seakan sudah putus urat malunya.Memang kita tidak memiliki kultur malu (shameculture), tetapi sikap seperti yang mereka tunjukkan itu sungguhlah keterlaluan. Sudah selayaknya langkah KPK dalam berbagai pengungkapan kasus korupsi itu diapresiasi.
Penegakan hukum yang tanpa tebang pilih memang sangat dibutuhkan sebagai bagian penting dari solusi atas masalah korupsi yang membanal. Tetapi penegakan hukum saja tidaklah cukup untuk mengangkat penyakit yang sudah sekian lama menggerogoti kehidupan bernegara kita.Banyaknya pejabat dan mantan pejabat yang terjerat kasus korupsi mengindikasikan sistem perpolitikan kita yang masih bermasalah, bahkan sejak di awal prosesnya.
Sistem perpolitikan kita masih sangat rentan, dan bahkan sudah terkontaminasi sehingga membuka peluang untuk tumbuh suburnya tindak korupsi.Datangnya era desentralisasi justru menjadikan tindak korupsi ini semakin menyebar ke daerah-daerah yang jelas-jelas ini mengancam kedaulatan dan kehidupan demokrasi kita.
Kultur politik kita cenderung pragmatis. Dalam masa-masa kampanye, terlihat jelas bagaimana banyak kandidat tanpa merasa bersalah, tega bersikap menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan mereka.
Politik uang, serangan fajar, bagi-bagi amplop dan sembako telah menjadi banal dan tak lagi membuat risih mereka yang terlibat, baik yang memberi maupun yang menerima.
Jika di awal proses pemilihan saja sudah seperti itu, pertanyaan besarnya, bagaimana integritas mereka nanti ketika benar terpilih sebagai pemimpin? Sebagai kemungkinan, peluang tergodanya untuk melakukan praktek-praktek yang serupa akan sama besar.Ketika berkuasa, sangat mungkin mereka akan melakukan tindakan-tindakan korup yang melanggar hukum seperti korupsi, sogok menyogok, manipulasi dan sebagainya.
Sebagai ilustrasi, dalam proses gelaran Pilkada serentak 2018 yang baru lalu, tercatat setidaknya ada sembilan calon kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Sebagian besar adalah praktek suap menyuap, dan yang lainnya adalah korupsi dalam pengadaan lahan.Sementara dari Pilkada serentak sebelumnya di tahun 2017, setidaknya ada 15 nama kepala derah yang menjadi tersangka, dan celakanya delapan di antara nama itu tepat berniat maju dalam Pilkada.
Lebih memprihatinkan lagi ketika ternyata empat kandidat berstatus tersangka itu berhasil memenangkan Pilkada, dengan dua di antaranya berhasil mendapatkan suara mayoritas.Sebagai tambahan, pada Pilkada 2015 pun terjadi fenomena yang sama, di mana setidaknya ada empat kepala daerah terpilih yang berstatus tersangka.
Untuk membangun pemerintahan yang bersih dan anti korupsi memanglah tidak mudah, dan ini menjadi tanggung jawab bersama.
Korupsi tidaklah cukup dilihat sebagai kejahatan kriminal biasa, tetapi harus dilihat sebagai kejahatan yang luar biasa, sekaligus penyakit sosial dan penyakit psikologis individu yang harus ditelusur dan diangkat hingga ke akar-akarnya.
Tags:
Padang