Realitakini.com-Sumbar
Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Bar t. Jumat
(17/03), mengundang seluruh Bupati/Walikota, Kepala Dinas Pertanian Se-Sumatera
Barat, Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (KMSS), Dinas PSDA, Dinas
Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat, serta Balai
Sungai Sumatera 5 untuk membahas Surat Edaran Gubernur tentang Dukungan Gerakan
Percepatan Tanam Padi, bertempat di Aula Gedung DPRD Prov Sumatera Barat
Rapat dengar pendapat tersebut
dipimpin Ketua Komisi II Yuliarman dihadiri sekretaris Komisi Nofrizon dan
beberapa anggota Komisi II antara lain Zusmawati,Komi Chaniago, Widayatmo,
Liswandi dan Sudarmi Saogo. , Candra, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura
dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat Dari pemerintah kabupaten dan kota hadir
juga Wakil Bupati Agam Trinda Farhan Satria serta perwakilan dari dinas terkait
di pemerintah kabupaten dan kota se Sumatera Barat. Ikut juga dalam pertemuan
dari unsur Lembaga Swadaya Masyarakat dan stakeholder lainnya.
Yuliarman
memberikan kesempatan pertama kepada kepala dinas pertanian untuk mengemukan
pendapatya ,"Sumatera Barat menjadi salah satu dari 10 Provinsi target
perluasan areal tanam padi jagung. Disisi lain, diperlukan upaya khusus untuk
mencapai target produksi padi yang menurun dalam beberapa tahun ini, "
ujarnya.Dikatakannya, hal ini yang menjadi dasar surat edaran keluar. Sesuai
dengan kesepakatan Kementerian Pertanian dan TNI dalam mewujudkan swasembada
padi di Indonesia. Aku Candra memang terjadi penulisan yang kurang tepat pada
Surat Edaran Gubernur No. 521.1/1984/Distanhorbun/2017 poin 2 (dua) :
Petani
harus menanami lagi lahannya 15 hari setelah panen, jika 30 hari setelah panen
tidak dikerjakan oleh Petani, maka diusahakan pengelolaanya diambil alih oleh
Koramil bekerjasama dengan UPT Pertanian Setempat. "Poin ini yang harus
diluruskan karena memunculkan persepsi bahwa petani tidak sanggup mengelola
lahan pertanian, maka pemerintah mengambil alih pengelolaan lahan melalui
TNI", ujar Candra.
"Tidak
diperlukan kerjasama masyarakat dengan TNI dalam pengelolaan lahan pertanian.
Petani pun pasca panen ingin segera menanam kembali lahannya karena itu
merupakan sumber perekonomian", ujar Kepala Dinas Pertanian Tanah Datar. "Semangat
TNI dalam membantu masyarakat seperti memperbaiki infrastruktur pertanian dan
mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yang mestinya ditegaskan
bukan mengambil alih pemanfaatan lahan pertanian, " sambung Walastri,
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Payakumbuh, menanggapi penyampaian Candra.
Selanjutnya,
sebagian besar Kepala Dinas Pertanian yang hadir, mengeluhkan persoalan
infrastruktur irigasi yang tidak memadai dan kurangnya personil penyuluh
pertanian di lapangan menjadi kendala utama dalam mendorong pertumbuhan
produksi padi. Serta, persoalan kejelasan kewenangan pusat, provinsi dan
kabupaten/kota dalam pengelolaan irigasi.
Sementara
itu pihak Koalisi Masyarakat Sipil angkat bicara pada pertemuan hari itu, Ali
Padri, DPW SPI Sumbar menyatakan bahwa Gubernur mengada-ada dalam mengeluarkan
Surat Edaran ini, karena tidak memiliki dasar yang jelas. Jika memang dilandasi
perjanjian antara TNI dengan Kementerian Pertanian untuk Swasemba Pangan,"Dalam
perjanjian tersebut tidak satupun menerangkan tentang pengambilalihan
pengelolaan lahan-lahan pertanian oleh UPT dan TNI. Melainkan perjanjiantersebut,
lebih kepada peran TNI untuk mengoptimalisasi lahan dalam bentuk membantu
pembangunan infrastruktur seperti irigasi, pendanaan serta pemberdayaan kepada
petani jika itu dibutuhkan petani, " Ungkap Ali .
Sementara
itu menurut Askurnis, YCMM, Surat Edaran dan pertamuan kita pada hari ini
memperjelas bahwa Dinas Pertanian Sumatera Barat gagal dalam memfasilitasi
petani. "Seharusnya petani dilibatkan dalam rumusan ini, dan petani
menjadi bagian utama dalam pelaksanaan kegiatan pertanian bukan TNI, "
ujar Askurnis, YCMM. “Lebih jauh, tidak ada jaminan kedepan bagaimana mekanisme
konflik antara TNI dan Petani dalam pengelolaan lahan pertanian, serta siapa
yang berwenang menyelesaikan, sehingga semakin memperlemah posisi petani diatas
lahan sendiri," di tambahkan Uslaini, Direktur Walhi Sumbar.
Juru
bicara PBHI Sumbar Indah berpendapat dalam Persoalan pertanian di Sumatera
Barat bukan pada sumber daya manusia dalam pengeloaan lahan, melainkan
kekurangan daya dukung infrastruktur dan pendanaan. Jika ini Surat Edaran ini
dijalankan maka akan menghadapkan masyarakat sipil dengan militer yang akan
melahirkan konflik struktural.Nora Hidayati, Direktur Perkumpulan Qbar
menegaskan bahwa semua wilayah di Sumatera Barat adalah Ulayat yang sudah jelas
kepemilikan hak adatnya. Kehadiran Surat Edaran ini menjadi alat untuk
menghilangkan nilai nilai lokal, melemahkan masyarakat adat. Disamping itu,
seharusnya Dinas Pertanian memiliki baseline dalam melihat capaian produksi
padi sehingga tergambar kebutuhan dan target pertanian Sumbar, bukan sekedar
mencapai target nasional semata.
Sementara
Diki Rafiki, Ketua LAM&PK FHUA menyampaikan bahwa Gubernur sudah keliru
dalam menempatkan kebijakan. Tidak semestinya surat edaran mengandung peraturan
yang belum jelas dasar hukum nya. Sehingga surat edaran ini harus dicabut. "Surat
Edaran Gubernur ini terlalu gegabah dikeluarkan, semestinya Gubernur membuat
kebijakan yang menjawab persoalan-persoalan yang disampaikan oleh Bapak-Bapak
Kepala Dinas, "tuturnya Di akhir penyampaian Koalisi Masyarakat Sipil
Direktur LBH Padang Era Purnama menegaskan bahwa dilihat dari sudut manapun
Surat Edaran Gubernur ini tidak dapat dibenarkan, secara hukum melabrak banyak
sekali aturam, secara teknis pertanian juga dipaksakan, secara sosial cultural
masyarakat Minangkabau ini tidak tepat.
"Jika Gubernur tidak segera mencabut, maka LBH Padang
bersama koalisi masyarakat sipil siap memperkarakan ini ke pengadilan, " Tegas
Era.
Arkadius,
Wakil Ketua DPRD Sumbar yang hadir hari itu menyatakan bahwa Surat Edaran ini
semestinya tidak perlukan, karena sudah ada kerjasama antara masyarakat dengan
TNI yang sebenarnya sudah berjalan sesuai dengan porsi masing-masing.
"Sumbar
untuk saat ini tidak bicara lagi soal ketahanan pangan, melainkan kemandirian
pangan menuju kedaulatan pangan. Sehingga menjadi penting kebijakan untuk
menjawab persoalan infrastruktur sawah, kondisi keuangan masyarakat. Oleh
karena itu, Surat Edaran ini perlu dikaji ulang agar tidak terjadi kekeliruan
dalam lahirnya sebuah kebijakan publik, " sampai Arkadius.(H/wt)
Tags:
Parlemen