Realitakini.com-Padang
Komisi IV DPRD
provinsi Sumbar ingin mendalami persoalan
izin pertambangan yang ada di sumbar kususnya
di Kabupaten Limapuluh Kota yang berdasarkan data merupakan daerah dengan izin
pertambangan terbanyak di Sumatera Barat.
Karean akaihir
akhir ini ,akibat galian C banjir selalu
melanda daerah tersebut. Menyikapi bencana banjir dan longsor yang terjadi di
Kabupaten Limapuluh Kota pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Provinsi Sumatera Barat melalui Komisi IV mengundang Dinas Energi Sumber Daya
Mineral (ESDM) untuk rapat kerja, Rabu (8/3Dalam rapat kerja yang dipimpin
Ketua Komisi IV H. M. Nurnas tersebut terungkap di Kabupaten Limapuluh Kota
terdapat 43 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kepala Dinas ESDM Provinsi Sumatera
Barat Herry Martinus mengungkapkan, dari jumlah tersebut, pertambangan aktif
sebanyak 14 sedangkan 29 lainnya tidak aktif.
“Di Limapuluh Kota
terdapat 43 IUP dengan luas lahan 1.172,3 hektar. IUP yang aktif sebanyak 14
dan yang tidak aktif sebanyak 29,” kata Herry.Dia menambahkan, enam dari 43 IUP
tersebut berada pada ruas jalan Kecamatan Pangkalan Koto Baru dan dua
diantaranya bersentuhan langsung dengan jalan raya. Pihaknya tengah melakukan
evaluasi terutama dua IUP yang bersentuhan langsung dengan jalan raya di
Pangkalan.
“Kami tengah
melakukan evaluasi, kalau ada indikasi bahwa memang menjadi penyebab longsor
IUP tersebut akan dicabut,” ujarnya.Sesuai UU nomor 23 tahun 2014 tentang
Kewenangan Pemerintah Daerah, Izin Penambangan dialihkan ke Pemerintah
Provinsi. Pengalihan kewenangan itu mulai berlaku tahun 2017 sehingga masih ada
izin yang dikeluarkan oleh bupati dan walikota.
Komisi IV DPRD meminta
IUP yang ada agar diinventarisir seluruhnya secara total. Kemudian, seluruh
izin penambangan hendaknya dievaluasi oleh pemerintah provinsi sesuai
kewenangan yang telah dialihkan dari pemerintah kabupaten/ kota.Ketua Komisi IV
DPRD Sumatera Barat H. M. Nurnas menegaskan, baik secara langsung maupun tidak
langsung keberadaan kawasan pertambangan akan berkontribusi kepada bencana alam
banjir dan longsor.“Dari gambaran sementara, terlihat bahwa jumlah IUP
terbanyak di Kabupaten Limapuluh Kota terutama di Kecamatan Pangkalan yang baru
saja dilanda bencana banjir dan longsor,” paparnya.
Nurnas
menyebutkan, jumlah tersebut baru yang telah memiliki izin, belum termasuk yang
tidak memiliki izin atau ilegal. Diakui, penambangan ilegal banyak dimiliki
secara perorangan oleh masyarakat. Namun, tentunya harus juga memikirkan
keselamatan masyarakat dan lingkungannya.Untuk itu, DPRD meminta Pemerintah
Provinsi untuk lebih tegas lagi dalam melakukan penertiban. Terhadap
penambangan yang memiliki izin, harus dievaluasi dan kepada penambangan ilegal
hendaknya diambil tindakan tegas.
Pengawasan
Kewenangan Pemerintah Pusat Sementara itu, Dinas ESDM provinsi Sumatera Barat
mengaku terbentur soal kewenangan dalam melakukan pengawasan. Kepala Dinas ESDM
Herry Martinus menyebutkan, yang bisa dilakukan adalah evaluasi dengan
membentuk tim evaluasi.
“Sesuai kewenangan
yang diatur dalam pasal 119 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2016,
pengawasan menjadi kewenangan pemerintah pusat sehingga Inspektur Tambang dan
Pengawas Pertambangan beralih status menjadi Pegawai pemerintah pusat,”
katanya.Pemerintah Provinsi hanya memiliki kewenangan dalam penerbitan
perizinan sementara pengawasan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Namun,
biaya operasional Inspektur dan pengawas pertambangan tetap pada APBD
Provinsi.“Ini juga menjadi kendala dalam melakukan pengawasan terhadap
aktifitas penambangan yang memiliki izin. Kalau untuk penambangan tanpa izin,
bisa diambil tindakan langsung baik oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
maupun diserahkan kepada aparat kepolisian,” ujarnya. (*Wt)
Tags:
Parlemen