Realitakini.Com-sumbar
Nelayan di tujuh daerah pesisir pantai di Sumbar,
disebabkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No
71/Permen-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Tangkap
Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. bakal tak
bisa lagi melaut mulai 7 Maret 2017. Kalaupun memaksakan diri menjala ikan ke
tengah laut, bakal ditangkap aparat keamanan mulai dari Pol Air Polda Sumbar
ataupun TNI AL dari Lantamal II Padang. "Warga Sumbar pun akan kecipratan
apesnya. Karena, ikan segar seperti lauak bada, ikan tete, gambolo
dan sejenisnya yang selama ini kita nikmati, bakal tak ada lagi di
pasaran," ungkap Anto, perwakilan nelayan yang beraudiensi dengan Komisi
II DPRD Sumbar, Rabu (22/2/2017). "Saat ini, kami nelayan bagan 30 GT
bisa beroperasi karena diberikan kelonggaran waktu hingga 7 Maret. Setelah itu,
kami tak berani lagi melaut karena akan ditangkap aparat keamanan,"
tambahnya.
Hal senada dikatakan pemilik kapal bagan dari Padang,
Indra Dt Rajo Lelo. "Nelayan Sumbar telah bernegosiasi dengan aparat
keamanan, akan mematuhi semua ketentuan di Permen KP 71 ini, per 7 Maret 2017.
Selang waktu itu, diberi kelonggaran untuk tidak dilakukan penertiban,"
ungkap Indra Dt Rajo Lelo dalam hearing Komisi II DPRD Sumbar dengan
nelayan itu. Jika aturan ini akan diterapkan, terang Indra, nelayan bakalan tak
melaut lagi karena tak memungkinkan untuk dapat ikan dengan persyaratan yang
harus dipenuhi. Sementara, peralatan yang sudah terpasang di kapal nelayan di
Sumbar saat ini, semuanya bisa ditangkap petugas keamanan karena tak sesuai
ketentuan Permen KP 71 itu. "Seandainya tidak ada solusi dari pemerintah
pusat hingga deadline tanggal 7 Maret 2017 ini, kami minta DPRD Sumbar
untuk ikut berjuang memberi tambahan kelonggaran lagi. Sehingga, kami tak
ditangkap petugas saat melaut," tambah koordinator nelayan asal Pasia nan
Tigo, Padang, Dedi.
Persoalan yang dianggap membatasi ruang gerak nelayan
dalam mengusahakan penangkapan ikan di perairan laut Sumbar yakni pembatasan
ukuran lampu nelayan di atas 30 sampai 60 GT. Saat ini, lampu nelayan rata-rata
berkekuatan 30 ribu watt. Sementara, Permen KP 71 ini mensyaratkan hanya 2 ribu
watt saja. Kemudian, penggunaan alat tangkap yang dibatasi. "Ukuran mata
jaring jadi 2,5 inchi atau sekitar 63 mm dari sebelumnya 4 mm (jenis
waring). Kalau menggunakan jaring ukuran 2,5 inchi itu, maka ikan-ikan yang
selama ini dikonsumsi warga Sumbar tak bakal tersangkut jaring," tambah
koordinator nelayan asal Pessel, Syaiful. Soal surat izin usaha penangkapan
(SIUP) dan jenis kapal bagan yang tak terakomodir dalam Permen KP 71 itu juga
jadi persoalan yang dinilai menjerat nelayan asal Sumbar yang berlokasi mulai
dari Pessel, Mentawai, Padang, Pariaman, Padangpariaman, Agam (Tiku) dan Pasbar
(Airbangis). Dilema yang dihadapi nelayan Sumbar ini, diakui Kepala Dinas
Kelautan dan Perikanan Sumbar, Yosmeri. Menurutnya, semua aspirasi nelayan ini
telah disampaikan gubernur Sumbar ke KKP dan pejabat terkait lainnya. "Alhamdulillah,
sampai sekarang masih belum ada responnya. Namun, kami tak akan berhenti
memperjuangkan
Diungkapkan Yosmeri, dalam skala nasional, ada
sejumlah kapal yang tak terakomodir dalam Permen KP 71 ini. Yaitu, kapal pukat
cincin yang merupakan kearifan lokal nelayan Sumut, Bagan (Sumbar) dan Jantrang
(Jawa Tengah). "Seharusnya, pusat mengakomodir jenis kapal yang jadi
kearifan lokal masyarakat nelayan ini. Namun, hal itu masih belum terakomodir.
Sementara, UU pemerintah daerah yang baru juga hanya membatasi kapal nelayan
berdasarkan bobotnya (30 GT)," ungkap Yosmeri dalam hearing yang dipimpin
Ketua Komisi II DPRD Sumbar, Yuliarman serta dihadiri Nofrizon dan Komi
Chaniago itu.
Diakui Yosmeri, pajak hasil perikanan berdasarkan
aturan baru ini juga dirasa memberatkan nelayan. Dulunya, pajak yang disetorkan
hanya senilai Rp4 ribu per GT sedangkan saat ini jadi Rp412 ribu per GT untuk
kapal ukuran dibawah 30 GT.
"Saat ini, ada 300 unit bagan yang masuk kategori
30 GT ini. Baru sebagian di antaranya yang mengantongi izin. Ini juga jadi
persoalan tersendiri," ungkap Yosmeri.Jika tak nelayan tak melaut, Yosmeri
menilai, akan memberikan dampak buruk bagi perekonomian. Karena, rantai
distribusi produk perikanan ini cukup panjang. Selain itu, anak buah kapal
bagan yang sebanyak 20 orang per unit, juga sudah dipastikan penerima dampak
langsungnya. "Kita perkirakan, ada 2.400 orang yang terkena efek dari
kelompok anak buah kapal saja. Belum lagi pedagang yang menyertainya,"
ungkap Yosmeri. "Jika dibiarkan, tentu ikan beku yang akan dikonsumsi
warga Sumbar lagi," tambahnya.Sementara, Yuliarman menyebut, akan mempelajari
kasus ini untuk kemudian membuat rekomendasi pada pimpinan agar ada upaya
tindak lanjutnya. "Kita memahami persoalan nelayan ini. Tentu, aspirasi
ini akan segera kita tindak lanjuti," janji Yuliarman. ( humas/Wt)
Tags:
Parlemen